Rabu, 01 Oktober 2014

HARI SUCI KEAGAMAAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tiap–tiap golongan manusia yang ada di dunia ini, baik sebagai warga dari suatu negara atau bangsa, maupun sebagai penganut dari suatu agama. Masing-masing mempunyai hari raya tertentu yang dianggap suci (kramat) dan mulia, yang tidak dilewatkan begitu saja tanpa disertai dengan suatu upacara perayaan (peringatan), meskipun hanya secara sederhana saja.
Hari-hari suci bagi umat Hindu, ialah suatu hari yang dipandang suci, karena pada hari-hari itu umat hindu wajib melakukan pemujaan terhadap Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha kuasa) beserta segala manifestasi Nya. Hari- hari suci pada hakekatnya merupakan hari-hari peyogaan Hyang Widhi dengan segala manifestasi-Nya. Oleh karena itu pada hari-hari tersebut merupakan hari-hari yang baik untuk melakukan Yadnya.
Yadnya ini dilakukan oleh umat manusia. Sebagai penghormatan dan pemujaan terhadap hyang Widhi (Tuhan Maha Pecipta), atas segala cinta kasih-Nya yang tidak terbatas yang telah dilimpahkan-Nya dan atas sinar suci atau rahmat-Nya kepada semua kehidupan di dunia ini. Hari suci agama Hindu jumlahnya cukup  banyak dan maknanyapun  bermacam-macam. Ada hari suci yang dirayakan bersama oleh seluruh umat,hari ini disebut hari raya (rerahman)bhumi/jagat. Dan ada pula hari suci yang dirayakan hanya oleh beberapa keluarga pada hari-hari tertentu. Di antara sekian banyak hari suci yang dimaksudkan ada beberapa hari raya yang menonjol dan terpenting. Demikian pula perayaannya dilakukan oleh umat bersama dan serentak pula dengan segala tata upacaranya. Perayaan itu dilakukan dengan penuh kehidmatan dan kesungguhan sikap bathin sebagai landasan sekala terhadap Hyang Widhi dengan segala manifestasinya. Adapun hari-hari suci yang dimaksudadalah Nyepi, Saraswati, Galungan dan Kuningan.



1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Hari Suci Keagamaan itu?
2.      Bagaimana Hakikat Hari Suci itu?
3.      Seperti apa pengelompokan dan jenis-jenis Hari Suci tersebut?
4.      Apa tujuan pelaksanaan Hari Suci tersebut?
5.      Bagaimana pengaruh pelaksanaan Hari Suci Keagamaan terhadap umat manusia?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Hari Suci Keagamaan.
2.      Untuk mengetahui hakikat Hari Suci.
3.      Untuk mengetahui pengelompokan dan jenis-jenis Hari Suci.
4.      Untuk mengetahui Tujuan pelaksanaa Hari Suci.
5.      Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan Hari Suci Keagamaan terhadap umat manusia.











BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hari Suci
Hari suci keagamaan sering disebut hari raya keagamaan atau hari-hari besar keagamaan. Setiap agama mempunyai hari-hari Raya. Hari raya Suci adalah hari-hari yang dirayakan oleh masing-masing pemeluk agamanya, untuk mendekatkan diri, memanjatkan puji syukur, memohon tuntunan keselamatan atau kerahayuan, berdoa, bersembahyang, memohon maaf dan lain sejenisnya.
Pemeluk atau umat Hindu banyak sekali mempunyai hari-hari Raya. Hari-hari Raya tersebut ada berdasarkan Wuku, seperti Buda Keliwon, Anggara Kasih/Keliwon, buda Cemeng/Wage, Saniscara Keliwon/Tumpek, Pagerwesi, Saraswati, Galungan, Kuningan dan lain sejenisnya. Selain itu, ada pula yang berdasarkan Sasih, Pengalihan Purnama Tilem, seperti Hari Raya Nyepi dan Siwa Ratri/Latri.
            Pada Hari-hari Raya Suci tersebut, umat Hindu merayakan pada tempat-tempat suci seperti Sanggah/Pemerajan, Pura dan lain sejenisnya, disertai dengan persembahyangan berupa Upakara selaku sarananya.(Arwati Sri, 2007:5)
Dengan merayakan atau memperingati hari “Raya (Suci)” tersebut baik yang telah ditentukan atau dinyatakan dalam kitab suci, atau menurut kepercayaan tradisionil hari tersebut akan memberi pengaruh terhadap dirinya sehingga dirasakan sangat berkewajiban untuk diperingati.
2.2 Hakekat Hari Suci
1.      Sebagai Alat Meningkatkan Sradha Bakti
Hari suci umat Hindu sangat diistimewakan dan dikeramatkan kehadirannya. Nama hari suci oleh umat Hindu di Bali lebih dikenal dengan nama “Rerahinan”. Setiap rerahinan seluruh umat Hindu menyibukan diri melakukan kegiatan keagamaan. Semua itu diatur sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah aturan atau banten sebagai sarana Sradha dan Bhakti pada hari suci. Suasana perayaan hari suci atau rerahinan itu sangat baik apabila melalui sikap “Asuci Laksana” yang artinya mengkondisikan suasana diri yang tenang, hening, dan suci serta eling kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Asuci Laksana dapat dilakukan melalui hal berikut :
a.       Menembangkan nyanyian suci, kidung, kawitan, sekar alit,
b.      Mendengarkan Dharma Tula dan Dharma Wacana,
c.       Berpakaian sembahyang sesuai daerah masing-masing,
d.      Megegambelan gender, gong, bleanjur, dan lainya.
2.      Sebagai Alat Komunikasi Sosial
Hari Suci sebagai alat komunikasi sosial dapat berfungsi sebagai peningkat hubungan dengan orang lain, baik kekerabatan, persaudaraan dan dalam kemasyarakatan. Pada perayaan hari suci yang lebih besar, semua umat Hindu melakukan Sradha Bhakti ke tempat-tempat suci. Di tempat suci itu kita bisa bertemu dengan banyak umat Hindu. Kita bisa saling mengenal sebelum persembahyangan dimulai, bisa diskusi sastra (Dharma Tula) dan dapat mendengan Dharma Wacana. Sedangkan begitu acara persembahyangan dimulai, semua umat tertib dan hidmat melakukan persembahyangan.
3.      Hari Suci Sebagai Sarana Pendidikan Umat
Sebagai umat Hindu, hari suci keagamaan selain dikeramatkan, juga dimanfaatkan sebagai media pendidikan secara langsung ataupun tidak langsung. Dalam pengertian :
a.         Secara Langsung, artinya seluruh umat diberikan ingatan-ingatan lewat Dharma Tula dan Dharma Wacana. Isi Dharma Tula dan Dharma Wacana itu adalah hal-hal yang menyangkut tata cara pelaksanaan dan makna hari suci yang dirayakan.
b.         Secara tidak langsung, melalui merayakan hari suci keagamaan, umat mendapat imbas atau aura kesucian dalam berpikir, berkata dan berbuat.




2.3 Pengelompokan dan Jenis-Jenis Hari Suci
Dalam Wariga terdapat ada lima (5) bagian waktu yang dipakai menentukan Rerahinan atau Hari-hari penting untuk menyelenggarakan yadnya untuk Dewa yakni:
1.      Rerahinan yang dilakukan tiap-tiap hari.
2.      Rerahinan yang berdasarkan Tri Wara dengan Panca Wara.
3.      Rerahinan yang berdasarkan Sapta Wara dengan Panca Wara.
4.      Rerahinan yang berdasarkan Pawukon.
5.      Rerahinan yang berdasarkan Pesasihan.
            Kita tidak dapat membalas pengorbanan suci Tuhan, terhadap kehidupan yang diberikan kepada kita ini, dan tidak cukup dengan ucapan terimakasih saja, dengan memujanya pagi, siang dan malam, tetapi lebih dari itu ialah dengan menghaturkan yadnya, ditambah pula dengan itikad yang mengandung keluhuran budi dengan berbhakti dan menghormati apa yang disebut “Catur Guru” yaitu :
1.      Guru Swadhaya yaitu Sang Hyang Widhi
2.      Guru Rupaka yaitu orang tua.
3.      Guru Wisesa yaitu Yang Angawe’Rat (Pemerintah).
4.      Guru Pengajian yaitu guru yang memberi ilmu.
Kemulyaan selalu diajarkan oleh agama, untuk itu kita merasa berhutang jasa dengan semua yang memberikan kehidupan, maka dalam agama Hndu di Bali ternyata amat banyak adanya hari-hari untuk kegiatan yadnya, yang mengandung unsur terimakasih, misalnya; Odalan di Merajan, di Pura , di Sawah pada pohon-pohon, pada hewan, pada besi dan lain-lain. Sepertinya Pulau Bali tidak henti-hentinya dengan Upacara-upacara Yadnya.
1.      Rerahinan yang dilakukan tiap-tiap hari
Sesudah menanak nasi dan sebelum kita semuanya makan, maka tanpa diperintah ada saja yang membuat dulu banten kecil yang disebut “banten pekideh” yang dihaturkan kehadapan semua Pelinggihan Ida Bhatara di Merajan/Sanggah, kesemuan tempat yang dianggap memberikan jasa dan perlindungan sebagai suatu ucapan terima kasih atas jatah makan yang telah diberikan kepada kita sebagai manusia. Ada juga yang sore harinya membuat “Segehan” untuk dihaturkan kepada Bhatara Kala serta Gumatat-Gumitit, juga sebagai ucapan terima kasih atas jaminan keamanan yang telah kita terima.
2.      Rerahinan yang berdasarkan Tri Wara dengan Panca Wara.
a.       Keliwon
Datangnya setiap 5 hari sekali, pemujaan terhadap Sang Hyang Siwa.
b.      Kajeng Keliwon
Datangnya setiap 15 hari sekali pemujaan terhadap Sang Hyang Siwa. Segehan dihaturkan kepada Sang Hyang Durgha Dewi. Di bawah/di tanah ditujukan kepada Sang Bhuta Buchari, Sang Kala Buchari dan Sang Durgha Buchari. Biasanya juga untuk di Tunggu Karang orang menghaturkan canang, anaman kelanan, anaman tampul, laklak tape dan lain-lain.
3.      Rerahinan yang berdasarkan Sapta Wara dengan Panca Wara
a.       Anggara Kliwon disebut pula “Anggara Kasih” pada hari ini beryogalah Sang Hyang Ayu, Sang Hyang Ludra.
b.      Buda Manis juga dibeberapa tempat atau keluarga membuat upakara canang berkaitan dengan odalan.
c.       Buda Wage disebut pula “Buda Cemeng” beryogalah Sang Hyang Manik Galih menurunkan Sang Hyang Ongkara Mreta di Bumi ini. Yadnya dipersembahkan di Sanggah Kemulan kehadapan Dewi Sang Hyang Sri Nini, agar diciptakannya kemakmuran dunia.
d.      Buda Kliwon sering juga disesuaikan dengan Wukunya. Hari ini adalah penyucian/Pembersihan Sanghyang Ayu atau Sanghyang Nirmalajati, sehingga persembahan ditujukan kepada-Nya.
e.       Saniscara Kliwon hari ini disebut pula “Tumpek”. Yadnya dipersembahkan kepada Sanghyang Prama Wisesa.
4.      Rerahinan yang berdasarkan Yattara-Panca Wara-Pawukon
Ialah hari raya yang perhitungannya berpatokan pada wuku, yang datangnya didalam perputaran hari adalah 6 bulan Bali sekali. Dari semua wuku yang dicatat adalah wuku yang menjadi rerahinan umat secara umum.

a.       Wuku Sinta
1.      Redite Paing Sinta disebut Pabanyu panaruh. Melakukan bersuci-suci laksana, tercapainya Badjradnyana atu cerdas tajam pikiran. Bijaksana, pandangan luas dan mendalam.
2.      Soma pon sinta disebut Soma Ribek. Persembahan kepada Sanghyang Tri Murti dan Hyang Tri Pramana.
3.      Anggara Wage Sinta disebut pula Sabuh Mas, penyusian Dewa Mahadewa.
4.      Buda Kliwon Sinta adalah rerahinan Pagerwesi, payogan Hyang Pramesti Guru, disertai dengan para Dewata Nawa Sanga.
b.      Wuku Landep
Saniscara Kliwon wuku Landep disebut “Tumpek Landep” adalah penghormatan terhadap senjata (besi-besi) persembahan kepada Bhatara Siwa dan Sanghyang Pasupati.
c.       Wuku Ukir
Redite Umanis Ukir persembahan kepada Bhatara Guru.
d.      Wuku Kulantir
Angggara Kliwon Kulantir disebut “Anggar Kasih Kulantir” persembahan kepada Bhatara Mahadewa.
e.       Wuku Wariga
Saniscara Kliwon Wariga disebut Tumpek Pengatag/Tumpek Pengarahan/Tumpek Bubuh(Uduh), adalah termasuk hari raya kemakmuran persembahan kepada Sanghyang Sangkara.
f.       Wuku Warigadian
1.      Buda Wage Warigadian yang disebut Buda Cemeng Warigadian, tepat 21 hari Galungan atau yang disebut “Selikur Galungan”. Pada hari tersebut biasanya dipakai untuk dewasa nganten.
2.      Saniscara Pahing Warigadian adalah penyucian Bhatara Brahma.
g.      Wuku Sungsang
1.      Wrasparti Wage Sungsang disebut Parerebon, turunlah Bhatara semua ke dunia atau disebut “Sugihan Jawa”.
2.      Sukra Kliwon Sungsang adalah “Sugihan Bali”. Manusia mohon pembersihan lahir bathin kehadapan semua Bhatara.
h.      Wuku Dungulan
1.      Redite Pahing Dungulan adalah hari Penyekeban, melakukan mawas diri dengan sungguh hati, hari ini mulai munculnya Sangkala Tiga, hendaknya tenang melakukan Dharma Brata Dama agar jangan sampai kesurupan oleh kala-kala dan Bhuta dalam kegelapan hati.
2.      Soma Pon Dungulan adalah hari “Penyajian”, kita agar sungguh-sungguh hati melepaskan ikatan hawa nafsu angkara murka, karena pada hari ini Sang Kala Tiga berkesempatan mengacau hati manusia, hendaknya pegang teguh menegakkan Dharma.
3.      Anggara Wage Dungulan adalah hari “Penampahan Galungan” melakukan upakara selamatan banten Biyakala terhadap diri sendiri, di halaman rumah tangga masing-masing. Lain daripada itu juga melakukan menghaturkan Cecaron di tiap-tiap jalan Perpatan pusat desanya untuk Pelaba-Pelaba Sang Bhuta Kala Galungan.
4.      Buda Kliwon Dungulan adalah “Hari Raya Galungan “ siap sedia melakukan upakara baten selengkapnya dan memasang Penjor-Penjor dan perhiasan yang dipandang perlu dan seni utnuk mewujudkan kebersihan atau kesucian lahir bathin menuju ke satu arah kehadapan Sang Hyang Maha Suci atau Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan dunia dengan segala isinya. Merupakan pula hari kemenangan Dharma melawan Adharma.
5.      Wrespati Umanis Dungulan adalah Hari Manis Galungan melakukan upakara bersuci laksana, menciptakan keselamatan dunia dengan segala isinya. Turunnya Sanghyang Dharma. Kemudian mengunjungi sanak keluarga bersama-sama memohon maaf. “Om Kesama Swamam Dirgaya”
6.      Saniscara Pon Dungulan adalah Hari Pamaridan Guru, upakara banten ketipat kelanan, memohon selamat kedirgayusa ning buana (jagat raya)
i.        Wuku Kuningan
1.      Redite Wage Kuningan disebut Ulihan, persembahan atas kembalinya para Dewata ke Kahyangan/swarga. Seolih-olihan beras, daging mentah dan canang Genten untuk pelaba-pelaba kepada unen-unenan penjaga gaib di Pura-pura.
2.      Coma Kliwon Kuningan disebut “Pemacekan Agung”, mempersembahkan segehan Agung di muka pintu rumah pekarangan dan menyemblih ayam kecil dan petabuh tuak arak untuk pelaba-pelaba Sang Bhuta Kala Galungan.
3.      Buda Pahing Kuningan adalah puja wali Bhatara Wisnu.
4.      Sukra Wage Kuningan adalah hari Penampahan Kuningan.
5.      Saniscara Kliwon Kuningan disebut “Hari Raya Kuningan”, persembahan atas turunya kembali Sang Hyang Widhi disertai para Dewata atau Pitara hanya sampai pukul 12:00 (tajeg surya) sebab sesudah itu para Dewata semuanya ke Suralaya.
j.        Wuku Pahang
Buda Kliwon Pahang disebut rerahinan “Pegatwakan”, persembahan akhir Galungan kepada para Dewa /mukak dewasa.
k.      Wuku Merakih
Buda Wage Pahang disebut juga Buda Cemeng Merakih, pesucian kepada Bhatara Rambut Sedana disebut juga Sanghyang Rambut Kadhala.
l.        Wuku Uye
Saniscara Kliwon Uye disebut “Tumpek Kandang”, pemujaan kehadapan Sang Rare Angon sebagai Dewanya ternak.
m.    Wuku Wayang
Saniscara Kliwon Wayang disebut “Tumpek Wayang”, merupakan hari kesenian persembahan kepada Bhatara Iswara.
n.      Wuku Watugunung
Saniscara Umanis Watugunung disebut “Hari Raya Saraswati”, pemujaan kehadapan Bhatara Saraswati.

5        Rerahinan yang berdasarkan Pasasihan
Umat yang mengadakan piodalan setahun sekali baik di Pura-Pura maupun di Merajan atau Sanggah-sanggah, selalu menempatkan pada “Wariga Pasasihan” dengan demikian ditemukan oleh waktu Purnama dan Tilem.
Pada hari Purnama : beryoga Sanghyang Candra/Wulan
Pada hari Tilem : beryoga Sanghyang Surya.
Jadi pada hari-hari Purnama atau Tilem adalah pesucian Sanghyang Wulan dan Sanghyang Surya yaitu Sanghyang Rwa Bhineda. Pada waktu Candra Graha/Gerhana bulan pujalah beliau dengan Candra Sthawa (Soma Sthawa). Pada waktu Surya Graha (gerhana matahari) pujalah beliau dengan Surya Chakra (Bhuwana Sthawa)
a.       Sasih Kapat
Purnama kapat : beryoganya Sanghyang Purusangkara, diiringi oleh para Dewa, Widyadari dan para Rsi Gana.
b.      Sasih Kepitu
Sasih Kapitu disebut pula “Malam Siwa Latri”,  prawaning Tilem Kapitu disebut Pajagran, beryogalah Sanghyang Siwa.
c.       Sasih Kesanga
Tilem Kasanga adalah hari penyucian pada Dewata, dilakukan Bhuta Yadnya yaitu “Tawur Agung Kesanga” sebagai tutup Tahun Saka.
d.      Sasih Kadasa
Pananggal satu bulan terang kepertama atau sasih kadasa disebut “Hari Raya Nyepi” yaitu Tahun Baru saka, turunya Sanghyang Dharma, Purnama Sasih Kadasaberyogalah Sanghyang Surya Mertha pada sang Kayangan Wisesa.
e.       Sasih Sada
Purnama Sasih Sada, patutlah para umat memuja Bhatara Kawitan di Sanggah Kemulan (Surayin, Putu.2002:24)

2.4 Tujuan Pelaksanaan Hari Suci
Suatu hari suci perlu dilaksanakan dengan Sradha dan Bakti, dengan penuh kepercayaan, keseriusan, kebahagian yang mencangkup didalamnya. Oleh karena itu kesadaran spiritual manusia harus dilatih sejak kecil, dengan jalan sebagai berikut :
1.      Shrawana, ialah membiasakan anak-anak untuk ikut aktif dalam melaksanakan hari raya, sembahyang Tri Sandhya, sembahyang Purnama Tilem, dan semahyang pada hari besar keagamaan, seperti pada waktu Galungan, Kuningan, Pagerwesi, dan sebagainya.
2.      Kirtana, ialah mengajarkan kepada anak-anak tentang cara dan makna berdoa serta puja stawa kepada Sang Hyang Widhi Wasa, dan untuk mencapai tujuan ini haruslah adanya didikan oleh guru rupaka dan guru penajian bagi anak itu.
Jadi, secara singkat dapat dinyatakan tujuan dari pelaksanaan hari raya atau hari suci itu, antara lain yaitu :
a.       Untuk menyatakan Bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa, beserta manifestasi-Nya.
b.      Sebagai usaha untuk membayar hutang kehadapan Tuhan.
c.       Untuk mendapat ketentraman lahir dan batin.
d.      Menjaga kelestarian agama dan budaya yang diwariskan oleh leluhur kita.
e.       Untuk memantapkan pelaksanaan ajaran agama.
f.       Sebagai ucapan syukur kehadapan Sang Hyang Widhi.

2.5  Pengaruh Hari Suci Keagamaan
1.      Pengaruh Hari Suci Keagamaan terhadap Sikap Mental. Kalau kita renungkan, sesungguhnya luar biasa orang-orang suci kita zaman dahulu. Karena beliaulah kita dapat mewarisi budaya dan agama serta bentuk-bentuk pelaksanaan hari suci yang tidak pernah pudar pelaksanaannya. Terlebih lagi di zaman sekarang ini umat Hindu di Bali sangat menyadari dan meyakini adanya. Dengan melaksanakasanakan hari suci ini dengan hikmad dan memiliki rasa sadar dan keyakinan, menunjukan bahwa umat hindu memiliki Sradha dan Bhakti dari sikap mentalnya.

2.      Pengaruh Hari Suci Keagamaan terhadap Peningkatan Sradha dan Bakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Umat Hindu wajib hukumnya untuk merayakan hari suci sesuai dengan ketentuan yang ada. Dengan selalu kita merayakan hari suci sekaligus wujud bhakti kepada Beliau, sehingga rasa eling dapat dipertahankan di dalam jiwa. Hal ini akan menuntun kita pada perbuatan benar atau dharma.. Pengaruh dari hari raya suci keagamaan terhadap peningkatan sradha dan bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi akan dapat mewujudkan ketentraman, kemakmuran dan kesejahtraan umat manusia di dunia ini. 






                             














BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Hari raya Suci adalah hari-hari yang dirayakan oleh masing-masing pemeluk agamanya, untuk mendekatkan diri, memanjatkan puji syukur, memohon tuntunan keselamatan atau kerahayuan, berdoa, bersembahyang, memohon maaf dan lain sejenisnya. Pada hakikatnya pelaksanaan Hari Suci sebagai alat meningkatkan Sradha Bakti terhadapa Tuhan dan manifestasinya, sebagai alat komunikasi sosial dan sebagai sarana pendidikan umat. Ada banyak jenis hari raya Suci Agana Hindu di Bali. Dalam Wariga terdapat ada lima (5) bagian waktu yang dipakai menentukan Rerahinan atau Hari-hari penting untuk menyelenggarakan yadnya untuk Dewa yakni: Rerahinan yang dilakukan tiap-tiap hari, berdasarkan Tri Wara dengan Panca Wara, berdasarkan Sapta Wara dengan Panca Wara, berdasarkan Pawukon dan berdasarkan Pesasihan. Tujuan umat beragama dalam melaksanakan Hari Raya Suci adalah sebagai wujud bhakti kepada Tuhan, usaha untuk membayar hutang kepada Tuhan, meminta ketentraman lahir dan batin, menjaga dan melestarikan budaya dan memantapkan  pelaksanaan ajaran agama.

 
DAFTAR PUSTAKA

Surayin, Ida Ayu Putu.2002.Seri 1 Upakara Yajna Melangkah ke Arah Persiapan Upakara-Upacara Yajna.Surabaya:Paramita
Arwati, Ni Made Sri.2007.Hari Raya Saraswati.Denpasar
http://agungacil.blogspot.com/2012/09/hari-suci-agama-hindu.html
http://dimas-sigit.blogspot.com/2012/01/hari-hari-suci-agama-hindu-di-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar