BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tiap–tiap golongan manusia yang ada
di dunia ini, baik sebagai warga dari suatu negara atau bangsa, maupun sebagai
penganut dari suatu agama. Masing-masing mempunyai hari raya tertentu yang
dianggap suci (kramat) dan mulia, yang tidak dilewatkan begitu saja tanpa
disertai dengan suatu upacara perayaan (peringatan), meskipun hanya secara
sederhana saja.
Hari-hari suci bagi umat Hindu,
ialah suatu hari yang dipandang suci, karena pada hari-hari itu umat hindu
wajib melakukan pemujaan terhadap Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha kuasa)
beserta segala manifestasi Nya. Hari- hari suci pada hakekatnya merupakan
hari-hari peyogaan Hyang Widhi dengan segala manifestasi-Nya. Oleh karena itu
pada hari-hari tersebut merupakan hari-hari yang baik untuk melakukan Yadnya.
Yadnya ini dilakukan oleh umat
manusia. Sebagai penghormatan dan pemujaan terhadap hyang Widhi (Tuhan Maha
Pecipta), atas segala cinta kasih-Nya yang tidak terbatas yang telah
dilimpahkan-Nya dan atas sinar suci atau rahmat-Nya kepada semua kehidupan di
dunia ini. Hari suci agama Hindu jumlahnya cukup banyak dan maknanyapun bermacam-macam. Ada hari suci yang dirayakan
bersama oleh seluruh umat,hari ini disebut hari raya (rerahman)bhumi/jagat. Dan
ada pula hari suci yang dirayakan hanya oleh beberapa keluarga pada hari-hari
tertentu. Di antara sekian banyak hari suci yang dimaksudkan ada beberapa hari
raya yang menonjol dan terpenting. Demikian pula perayaannya dilakukan oleh
umat bersama dan serentak pula dengan segala tata upacaranya. Perayaan itu
dilakukan dengan penuh kehidmatan dan kesungguhan sikap bathin sebagai landasan
sekala terhadap Hyang Widhi dengan segala manifestasinya. Adapun hari-hari suci
yang dimaksudadalah Nyepi, Saraswati, Galungan dan Kuningan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian Hari Suci Keagamaan itu?
2. Bagaimana
Hakikat Hari Suci itu?
3. Seperti
apa pengelompokan dan jenis-jenis Hari Suci tersebut?
4. Apa
tujuan pelaksanaan Hari Suci tersebut?
5. Bagaimana
pengaruh pelaksanaan Hari Suci Keagamaan terhadap umat manusia?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian Hari Suci Keagamaan.
2. Untuk
mengetahui hakikat Hari Suci.
3. Untuk
mengetahui pengelompokan dan jenis-jenis Hari Suci.
4. Untuk
mengetahui Tujuan pelaksanaa Hari Suci.
5. Untuk
mengetahui pengaruh pelaksanaan Hari Suci Keagamaan terhadap umat manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hari Suci
Hari
suci keagamaan sering disebut hari raya keagamaan atau hari-hari besar
keagamaan. Setiap agama mempunyai hari-hari Raya. Hari raya Suci adalah
hari-hari yang dirayakan oleh masing-masing pemeluk agamanya, untuk mendekatkan
diri, memanjatkan puji syukur, memohon tuntunan keselamatan atau kerahayuan,
berdoa, bersembahyang, memohon maaf dan lain sejenisnya.
Pemeluk
atau umat Hindu banyak sekali mempunyai hari-hari Raya. Hari-hari Raya tersebut
ada berdasarkan Wuku, seperti Buda Keliwon, Anggara Kasih/Keliwon, buda Cemeng/Wage,
Saniscara Keliwon/Tumpek, Pagerwesi, Saraswati, Galungan, Kuningan dan lain sejenisnya.
Selain itu, ada pula yang berdasarkan Sasih, Pengalihan Purnama Tilem, seperti
Hari Raya Nyepi dan Siwa Ratri/Latri.
Pada Hari-hari Raya Suci tersebut,
umat Hindu merayakan pada tempat-tempat suci seperti Sanggah/Pemerajan, Pura
dan lain sejenisnya, disertai dengan persembahyangan berupa Upakara selaku
sarananya.(Arwati Sri, 2007:5)
Dengan
merayakan atau memperingati hari “Raya (Suci)” tersebut baik yang telah
ditentukan atau dinyatakan dalam kitab suci, atau menurut kepercayaan
tradisionil hari tersebut akan memberi pengaruh terhadap dirinya sehingga
dirasakan sangat berkewajiban untuk diperingati.
2.2
Hakekat Hari Suci
1.
Sebagai Alat Meningkatkan Sradha Bakti
Hari
suci umat Hindu sangat diistimewakan dan dikeramatkan kehadirannya. Nama hari
suci oleh umat Hindu di Bali lebih dikenal dengan nama “Rerahinan”. Setiap
rerahinan seluruh umat Hindu menyibukan diri melakukan kegiatan keagamaan.
Semua itu diatur sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah aturan atau banten
sebagai sarana Sradha dan Bhakti pada hari suci. Suasana perayaan hari suci
atau rerahinan itu sangat baik apabila melalui sikap “Asuci Laksana” yang
artinya mengkondisikan suasana diri yang tenang, hening, dan suci serta eling
kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Asuci Laksana dapat dilakukan melalui hal
berikut :
a.
Menembangkan nyanyian suci, kidung,
kawitan, sekar alit,
b.
Mendengarkan Dharma Tula dan Dharma
Wacana,
c.
Berpakaian sembahyang sesuai daerah masing-masing,
d.
Megegambelan gender, gong, bleanjur, dan
lainya.
Hari
Suci sebagai alat komunikasi sosial dapat berfungsi sebagai peningkat hubungan
dengan orang lain, baik kekerabatan, persaudaraan dan dalam kemasyarakatan. Pada
perayaan hari suci yang lebih besar, semua umat Hindu melakukan Sradha Bhakti
ke tempat-tempat suci. Di tempat suci itu kita bisa bertemu dengan banyak umat
Hindu. Kita bisa saling mengenal sebelum persembahyangan dimulai, bisa diskusi
sastra (Dharma Tula) dan dapat mendengan Dharma Wacana. Sedangkan begitu acara
persembahyangan dimulai, semua umat tertib dan hidmat melakukan
persembahyangan.
3.
Hari Suci Sebagai Sarana Pendidikan Umat
Sebagai
umat Hindu, hari suci keagamaan selain dikeramatkan, juga dimanfaatkan sebagai
media pendidikan secara langsung ataupun tidak langsung. Dalam pengertian :
a.
Secara Langsung, artinya seluruh umat
diberikan ingatan-ingatan lewat Dharma Tula dan Dharma Wacana. Isi Dharma Tula
dan Dharma Wacana itu adalah hal-hal yang menyangkut tata cara pelaksanaan dan
makna hari suci yang dirayakan.
b.
Secara tidak langsung,
melalui merayakan hari suci keagamaan, umat mendapat imbas atau aura kesucian
dalam berpikir, berkata dan berbuat.
2.3 Pengelompokan dan Jenis-Jenis Hari Suci
Dalam Wariga terdapat
ada lima (5) bagian waktu yang dipakai menentukan Rerahinan atau Hari-hari
penting untuk menyelenggarakan yadnya untuk Dewa yakni:
1.
Rerahinan yang dilakukan tiap-tiap hari.
2.
Rerahinan yang berdasarkan Tri Wara
dengan Panca Wara.
3.
Rerahinan yang berdasarkan Sapta Wara
dengan Panca Wara.
4.
Rerahinan yang berdasarkan Pawukon.
5.
Rerahinan yang berdasarkan Pesasihan.
Kita tidak dapat membalas pengorbanan
suci Tuhan, terhadap kehidupan yang diberikan kepada kita ini, dan tidak cukup
dengan ucapan terimakasih saja, dengan memujanya pagi, siang dan malam, tetapi
lebih dari itu ialah dengan menghaturkan yadnya, ditambah pula dengan itikad
yang mengandung keluhuran budi dengan berbhakti dan menghormati apa yang
disebut “Catur Guru” yaitu :
1.
Guru Swadhaya yaitu Sang Hyang Widhi
2.
Guru Rupaka yaitu orang tua.
3.
Guru Wisesa yaitu Yang Angawe’Rat
(Pemerintah).
4.
Guru Pengajian yaitu guru yang memberi
ilmu.
Kemulyaan selalu
diajarkan oleh agama, untuk itu kita merasa berhutang jasa dengan semua yang
memberikan kehidupan, maka dalam agama Hndu di Bali ternyata amat banyak adanya
hari-hari untuk kegiatan yadnya, yang mengandung unsur terimakasih, misalnya;
Odalan di Merajan, di Pura , di Sawah pada pohon-pohon, pada hewan, pada besi
dan lain-lain. Sepertinya Pulau Bali tidak henti-hentinya dengan
Upacara-upacara Yadnya.
1.
Rerahinan yang dilakukan tiap-tiap hari
Sesudah
menanak nasi dan sebelum kita semuanya makan, maka tanpa diperintah ada saja
yang membuat dulu banten kecil yang disebut “banten pekideh” yang dihaturkan kehadapan
semua Pelinggihan Ida Bhatara di Merajan/Sanggah, kesemuan tempat yang dianggap
memberikan jasa dan perlindungan sebagai suatu ucapan terima kasih atas jatah
makan yang telah diberikan kepada kita sebagai manusia. Ada juga yang sore
harinya membuat “Segehan” untuk dihaturkan kepada Bhatara Kala serta
Gumatat-Gumitit, juga sebagai ucapan terima kasih atas jaminan keamanan yang
telah kita terima.
2.
Rerahinan yang berdasarkan Tri Wara
dengan Panca Wara.
a.
Keliwon
Datangnya setiap 5 hari sekali, pemujaan
terhadap Sang Hyang Siwa.
b.
Kajeng Keliwon
Datangnya setiap 15 hari sekali pemujaan
terhadap Sang Hyang Siwa. Segehan dihaturkan kepada Sang Hyang Durgha Dewi. Di
bawah/di tanah ditujukan kepada Sang Bhuta Buchari, Sang Kala Buchari dan Sang
Durgha Buchari. Biasanya juga untuk di Tunggu Karang orang menghaturkan canang,
anaman kelanan, anaman tampul, laklak tape dan lain-lain.
3.
Rerahinan yang berdasarkan Sapta Wara
dengan Panca Wara
a.
Anggara Kliwon disebut pula “Anggara
Kasih” pada hari ini beryogalah Sang Hyang Ayu, Sang Hyang Ludra.
b.
Buda Manis juga dibeberapa tempat atau
keluarga membuat upakara canang berkaitan dengan odalan.
c.
Buda Wage disebut pula “Buda Cemeng”
beryogalah Sang Hyang Manik Galih menurunkan Sang Hyang Ongkara Mreta di Bumi
ini. Yadnya dipersembahkan di Sanggah Kemulan kehadapan Dewi Sang Hyang Sri
Nini, agar diciptakannya kemakmuran dunia.
d.
Buda Kliwon sering juga disesuaikan
dengan Wukunya. Hari ini adalah penyucian/Pembersihan Sanghyang Ayu atau
Sanghyang Nirmalajati, sehingga persembahan ditujukan kepada-Nya.
e.
Saniscara Kliwon hari ini disebut pula
“Tumpek”. Yadnya dipersembahkan kepada Sanghyang Prama Wisesa.
4.
Rerahinan yang berdasarkan Yattara-Panca
Wara-Pawukon
Ialah
hari raya yang perhitungannya berpatokan pada wuku, yang datangnya didalam perputaran
hari adalah 6 bulan Bali sekali. Dari semua wuku yang dicatat adalah wuku yang
menjadi rerahinan umat secara umum.
a.
Wuku Sinta
1.
Redite Paing Sinta disebut Pabanyu
panaruh. Melakukan bersuci-suci laksana, tercapainya Badjradnyana atu cerdas
tajam pikiran. Bijaksana, pandangan luas dan mendalam.
2.
Soma pon sinta disebut Soma Ribek.
Persembahan kepada Sanghyang Tri Murti dan Hyang Tri Pramana.
3.
Anggara Wage Sinta disebut pula Sabuh
Mas, penyusian Dewa Mahadewa.
4.
Buda Kliwon Sinta adalah rerahinan Pagerwesi,
payogan Hyang Pramesti Guru, disertai dengan para Dewata Nawa Sanga.
b.
Wuku Landep
Saniscara Kliwon wuku Landep disebut
“Tumpek Landep” adalah penghormatan terhadap senjata (besi-besi) persembahan
kepada Bhatara Siwa dan Sanghyang Pasupati.
c.
Wuku Ukir
Redite Umanis Ukir persembahan kepada
Bhatara Guru.
d.
Wuku Kulantir
Angggara Kliwon Kulantir disebut “Anggar
Kasih Kulantir” persembahan kepada Bhatara Mahadewa.
e.
Wuku Wariga
Saniscara Kliwon Wariga disebut Tumpek
Pengatag/Tumpek Pengarahan/Tumpek Bubuh(Uduh), adalah termasuk hari raya
kemakmuran persembahan kepada Sanghyang Sangkara.
f.
Wuku Warigadian
1.
Buda Wage Warigadian yang disebut Buda
Cemeng Warigadian, tepat 21 hari Galungan atau yang disebut “Selikur Galungan”.
Pada hari tersebut biasanya dipakai untuk dewasa nganten.
2.
Saniscara Pahing Warigadian adalah
penyucian Bhatara Brahma.
g.
Wuku Sungsang
1.
Wrasparti Wage Sungsang disebut
Parerebon, turunlah Bhatara semua ke dunia atau disebut “Sugihan Jawa”.
2.
Sukra Kliwon Sungsang adalah “Sugihan
Bali”. Manusia mohon pembersihan lahir bathin kehadapan semua Bhatara.
h.
Wuku Dungulan
1.
Redite Pahing Dungulan adalah hari
Penyekeban, melakukan mawas diri dengan sungguh hati, hari ini mulai munculnya
Sangkala Tiga, hendaknya tenang melakukan Dharma Brata Dama agar jangan sampai
kesurupan oleh kala-kala dan Bhuta dalam kegelapan hati.
2.
Soma Pon Dungulan adalah hari
“Penyajian”, kita agar sungguh-sungguh hati melepaskan ikatan hawa nafsu
angkara murka, karena pada hari ini Sang Kala Tiga berkesempatan mengacau hati
manusia, hendaknya pegang teguh menegakkan Dharma.
3.
Anggara Wage Dungulan adalah hari
“Penampahan Galungan” melakukan upakara selamatan banten Biyakala terhadap diri
sendiri, di halaman rumah tangga masing-masing. Lain daripada itu juga
melakukan menghaturkan Cecaron di tiap-tiap jalan Perpatan pusat desanya untuk
Pelaba-Pelaba Sang Bhuta Kala Galungan.
4.
Buda Kliwon Dungulan adalah “Hari Raya
Galungan “ siap sedia melakukan upakara baten selengkapnya dan memasang
Penjor-Penjor dan perhiasan yang dipandang perlu dan seni utnuk mewujudkan
kebersihan atau kesucian lahir bathin menuju ke satu arah kehadapan Sang Hyang
Maha Suci atau Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan dunia dengan segala
isinya. Merupakan pula hari kemenangan Dharma melawan Adharma.
5.
Wrespati Umanis Dungulan adalah Hari
Manis Galungan melakukan upakara bersuci laksana, menciptakan keselamatan dunia
dengan segala isinya. Turunnya Sanghyang Dharma. Kemudian mengunjungi sanak
keluarga bersama-sama memohon maaf. “Om Kesama Swamam Dirgaya”
6.
Saniscara Pon Dungulan adalah Hari Pamaridan
Guru, upakara banten ketipat kelanan, memohon selamat kedirgayusa ning buana
(jagat raya)
i.
Wuku Kuningan
1.
Redite Wage Kuningan disebut Ulihan,
persembahan atas kembalinya para Dewata ke Kahyangan/swarga. Seolih-olihan
beras, daging mentah dan canang Genten untuk pelaba-pelaba kepada unen-unenan
penjaga gaib di Pura-pura.
2.
Coma Kliwon Kuningan disebut “Pemacekan
Agung”, mempersembahkan segehan Agung di muka pintu rumah pekarangan dan
menyemblih ayam kecil dan petabuh tuak arak untuk pelaba-pelaba Sang Bhuta Kala
Galungan.
3.
Buda Pahing Kuningan adalah puja wali
Bhatara Wisnu.
4.
Sukra Wage Kuningan adalah hari
Penampahan Kuningan.
5.
Saniscara Kliwon Kuningan disebut “Hari
Raya Kuningan”, persembahan atas turunya kembali Sang Hyang Widhi disertai para
Dewata atau Pitara hanya sampai pukul 12:00 (tajeg surya) sebab sesudah itu
para Dewata semuanya ke Suralaya.
j.
Wuku Pahang
Buda Kliwon Pahang disebut rerahinan
“Pegatwakan”, persembahan akhir Galungan kepada para Dewa /mukak dewasa.
k.
Wuku Merakih
Buda Wage Pahang disebut juga Buda
Cemeng Merakih, pesucian kepada Bhatara Rambut Sedana disebut juga Sanghyang
Rambut Kadhala.
l.
Wuku Uye
Saniscara Kliwon Uye disebut “Tumpek
Kandang”, pemujaan kehadapan Sang Rare Angon sebagai Dewanya ternak.
m.
Wuku Wayang
Saniscara Kliwon Wayang disebut “Tumpek
Wayang”, merupakan hari kesenian persembahan kepada Bhatara Iswara.
n.
Wuku Watugunung
Saniscara Umanis Watugunung disebut
“Hari Raya Saraswati”, pemujaan kehadapan Bhatara Saraswati.
5
Rerahinan yang berdasarkan Pasasihan
Umat
yang mengadakan piodalan setahun sekali baik di Pura-Pura maupun di Merajan
atau Sanggah-sanggah, selalu menempatkan pada “Wariga Pasasihan” dengan
demikian ditemukan oleh waktu Purnama dan Tilem.
Pada
hari Purnama : beryoga Sanghyang Candra/Wulan
Pada
hari Tilem : beryoga Sanghyang Surya.
Jadi
pada hari-hari Purnama atau Tilem adalah pesucian Sanghyang Wulan dan Sanghyang
Surya yaitu Sanghyang Rwa Bhineda. Pada waktu Candra Graha/Gerhana bulan
pujalah beliau dengan Candra Sthawa (Soma Sthawa). Pada waktu Surya Graha
(gerhana matahari) pujalah beliau dengan Surya Chakra (Bhuwana Sthawa)
a.
Sasih Kapat
Purnama kapat : beryoganya Sanghyang
Purusangkara, diiringi oleh para Dewa, Widyadari dan para Rsi Gana.
b.
Sasih Kepitu
Sasih Kapitu disebut pula “Malam Siwa
Latri”, prawaning Tilem Kapitu disebut
Pajagran, beryogalah Sanghyang Siwa.
c.
Sasih Kesanga
Tilem Kasanga adalah hari penyucian pada
Dewata, dilakukan Bhuta Yadnya yaitu “Tawur Agung Kesanga” sebagai tutup Tahun
Saka.
d.
Sasih Kadasa
Pananggal satu bulan terang kepertama
atau sasih kadasa disebut “Hari Raya Nyepi” yaitu Tahun Baru saka, turunya
Sanghyang Dharma, Purnama Sasih Kadasaberyogalah Sanghyang Surya Mertha pada
sang Kayangan Wisesa.
e.
Sasih Sada
Purnama Sasih Sada, patutlah para umat memuja
Bhatara Kawitan di Sanggah Kemulan (Surayin, Putu.2002:24)
2.4
Tujuan Pelaksanaan Hari Suci
Suatu
hari suci perlu dilaksanakan dengan Sradha dan Bakti, dengan penuh kepercayaan,
keseriusan, kebahagian yang mencangkup didalamnya. Oleh karena itu kesadaran
spiritual manusia harus dilatih sejak kecil, dengan jalan sebagai berikut :
1.
Shrawana, ialah membiasakan anak-anak
untuk ikut aktif dalam melaksanakan hari raya, sembahyang Tri Sandhya,
sembahyang Purnama Tilem, dan semahyang pada hari besar keagamaan, seperti pada
waktu Galungan, Kuningan, Pagerwesi, dan sebagainya.
2.
Kirtana, ialah mengajarkan kepada
anak-anak tentang cara dan makna berdoa serta puja stawa kepada Sang Hyang
Widhi Wasa, dan untuk mencapai tujuan ini haruslah adanya didikan oleh guru
rupaka dan guru penajian bagi anak itu.
Jadi, secara singkat dapat dinyatakan
tujuan dari pelaksanaan hari raya atau hari suci itu, antara lain yaitu :
a.
Untuk menyatakan Bhakti kehadapan Sang
Hyang Widhi Wasa, beserta manifestasi-Nya.
b.
Sebagai usaha untuk membayar hutang
kehadapan Tuhan.
c.
Untuk mendapat ketentraman lahir dan
batin.
d.
Menjaga kelestarian agama dan budaya
yang diwariskan oleh leluhur kita.
e.
Untuk memantapkan pelaksanaan ajaran
agama.
f.
Sebagai ucapan syukur kehadapan Sang
Hyang Widhi.
2.5 Pengaruh Hari Suci Keagamaan
1.
Pengaruh Hari Suci Keagamaan terhadap
Sikap Mental. Kalau kita renungkan, sesungguhnya luar biasa orang-orang suci
kita zaman dahulu. Karena beliaulah kita dapat mewarisi budaya dan agama serta
bentuk-bentuk pelaksanaan hari suci yang tidak pernah pudar pelaksanaannya.
Terlebih lagi di zaman sekarang ini umat Hindu di Bali sangat menyadari dan
meyakini adanya. Dengan melaksanakasanakan hari suci ini dengan hikmad dan
memiliki rasa sadar dan keyakinan, menunjukan bahwa umat hindu memiliki Sradha
dan Bhakti dari sikap mentalnya.
2.
Pengaruh Hari Suci Keagamaan terhadap
Peningkatan Sradha dan Bakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Umat Hindu wajib
hukumnya untuk merayakan hari suci sesuai dengan ketentuan yang ada. Dengan
selalu kita merayakan hari suci sekaligus wujud bhakti kepada Beliau, sehingga
rasa eling dapat dipertahankan di dalam jiwa. Hal ini akan menuntun kita pada
perbuatan benar atau dharma.. Pengaruh dari hari raya suci keagamaan terhadap
peningkatan sradha dan bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi akan dapat mewujudkan
ketentraman, kemakmuran dan kesejahtraan umat manusia di dunia ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hari raya Suci adalah
hari-hari yang dirayakan oleh masing-masing pemeluk agamanya, untuk mendekatkan
diri, memanjatkan puji syukur, memohon tuntunan keselamatan atau kerahayuan,
berdoa, bersembahyang, memohon maaf dan lain sejenisnya. Pada hakikatnya pelaksanaan
Hari Suci sebagai alat meningkatkan Sradha Bakti terhadapa Tuhan dan
manifestasinya, sebagai alat komunikasi sosial dan sebagai sarana pendidikan
umat. Ada banyak jenis hari raya Suci Agana Hindu di Bali. Dalam Wariga
terdapat ada lima (5) bagian waktu yang dipakai menentukan Rerahinan atau
Hari-hari penting untuk menyelenggarakan yadnya untuk Dewa yakni: Rerahinan yang
dilakukan tiap-tiap hari, berdasarkan Tri Wara dengan Panca Wara, berdasarkan
Sapta Wara dengan Panca Wara, berdasarkan Pawukon dan berdasarkan Pesasihan.
Tujuan umat beragama dalam melaksanakan Hari Raya Suci adalah sebagai wujud
bhakti kepada Tuhan, usaha untuk membayar hutang kepada Tuhan, meminta
ketentraman lahir dan batin, menjaga dan melestarikan budaya dan memantapkan pelaksanaan ajaran agama.
DAFTAR PUSTAKA
Surayin,
Ida Ayu Putu.2002.Seri 1 Upakara Yajna
Melangkah ke Arah Persiapan Upakara-Upacara Yajna.Surabaya:Paramita
Arwati,
Ni Made Sri.2007.Hari Raya Saraswati.Denpasar
http://agungacil.blogspot.com/2012/09/hari-suci-agama-hindu.html
http://dimas-sigit.blogspot.com/2012/01/hari-hari-suci-agama-hindu-di-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar