I
PENDAHULUAN
Dalam
proses globalisasi tidak terlepas dari suatu perubahan, yaitu perubahan yang
terjadi dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Perkembangan zaman saat ini
sangat mempengaruhi kehidupan si anak. Telah kita ketahui bersama bahwa globalisasi
bisa berdampak positif dalam melakukan perubahan yang lebih baik, namun
disisi lain mempunyai dampak negatif yang dapat menjadi boomerang bagi dunia
pendidikan khususnya di Indonesia. Hal itu semua akan tergantung bagaimana
elemen-elemen yang sangat berpengaruh dalam pendidikan mampu bersikap
responsive dalam menghadapi arus globalisasi yang tidak bisa kita hindari,
artinya dalam menghadapi arus globalisasi ini kita tidak akan pernah menemukan
suatu penyelesaian dengan cara menghindari dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.
Begitu banyak anak-anak zaman
sekarang seperti yang kita lihat saat ini sudah sangat membuat kita resah dan
khawatir. Apalagi dengan melihat perkembangan zaman yang semakin membuat
anak-anak mulai usia 5 tahun hingga remaja (masa pubertas) sangat meresahkan
masyarakat Layaknya seperti anak ayam yang baru dilepas dari kandangnya. Rasa
ingin tahu yang besar membuat mereka ingin mencoba hal-hal baru hingga
memudahkan hal-hal positif bahkan negative masuk dalam pikiran mereka. Bila tidak
ada pengawasan atau bimbingan dari orang-orang terdekat, mungkin saja
kehidupannya akan berdampak buruk di kemudian hari. Seperti yang di tulis dalam
buku diktat mengenai Teori Tabularasa yang mengatakan bahwa jiwa manusia
diumpamakan sebagai suatu kertas putih atau meja lilin yang masih bersih, belum
ada tulisan apa-apa. Kertas putih atau meja lilin itu siap untuk ditulisi, apa
tulisan yang ada di dalam akan ditentukan oleh siapa penulisnya. Manusia dapat
dididik menjadi apa saja (kea rah yang baik ataupun yang buruk) itu tergantung
dari lingkungan atau pendidiknya.
Pendidikan
Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan
potensi spritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai
perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spritual mencakup
pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif
kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan
pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya
mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Ajaran agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan tiga kerangka dasar, di mana bagian yang satu dengan lainnya saling mengisi, dan satu kesatuan yang bulat, sehingga dapat dihayati, dan diamalkan untuk mencapai tujuan yang disebut Moksa. Tiga kerangka dasarnya, yaitu: (1) tattwa, (2) susila, dan (3) upacara. Ketiganya secara sistematik merupakan satu kesatuan yang saling memberi fungsi atas sistem agama Hindu secara keseluruhan. Dalam paper ini akan menjelaskan tentang peranan tata susila dalam pembentukan karakter Generasi Muda di era Globalisasi.
Ajaran agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan tiga kerangka dasar, di mana bagian yang satu dengan lainnya saling mengisi, dan satu kesatuan yang bulat, sehingga dapat dihayati, dan diamalkan untuk mencapai tujuan yang disebut Moksa. Tiga kerangka dasarnya, yaitu: (1) tattwa, (2) susila, dan (3) upacara. Ketiganya secara sistematik merupakan satu kesatuan yang saling memberi fungsi atas sistem agama Hindu secara keseluruhan. Dalam paper ini akan menjelaskan tentang peranan tata susila dalam pembentukan karakter Generasi Muda di era Globalisasi.
II
PEMBAHASAN
Agama adalah dasar tata susila yang kokoh dan kekal, ibarat
landasan bangunan, dimana suatu bangunan harus didirikan. Jika landasan itu
tidak kuat, maka mudah benar bangunannya roboh. Demikian juga halnya dengan
tata susila; bila tidak dibangun atas dasar agama sebagai landasan yang kokoh
dan kekal, maka tata susila itu tidak mendalam dan tidak meresap dalam diri
pribadi manusia.
Tata susila yang berdasarkan ajaran-ajaran agama, atau yang
berpedoman atas ajaran kerohanian sebagai yang terdapat di dalam kitab suci Upanisad
(wedanta), Tattwa-tattwa (tutur-tutur), mulai dengan dalil atau axioma
yang mengakui tunggalnya jiwatman (roh) semua mahluk dengan Brahman
atau Paramatma, yang tutur di Bali sering menyebut dengan nama Parama
Ciwa (Hyang Widhi Wasa).
Di dalam Upanisad terdapat suatu dalil yang berbunyi sebagai
berikut: “Brahma atma aikyam, yang artinya Brahman dan atma (jiwatma)
adalah tunggal.
Oleh
karena jiwatma semua mahluk tunggal dengan Brahma, maka jiwatma suatu mahluk
tunggal juga dengan semua jiwatma, dan jiwatma kitapun tunggal dan sama dengan
jiwatma (roh) semua mahluk. Keinsyafan akan tunggalnya jiwatma (roh) kita, maka
kita akan merasakan dengan renungan kebijaksanaan yang dalam, bahwa kita
sebenarnya satu sama dengan mahluk yang lain.
Hyang Widhi Wasa berada dimana-mana dan tunggal. Menjadi
dasar hidup segala ciptaannya yang berpisah-pisah. Sebagai matahari yang
menyinari segala pelosok, meskipun ribuan rumah yang membatasi tembok-tembok yang
tinggi, akan tetapi sinar matahari akan menyinari semuanya dan sinar serta
panas pada tiap-tiap rumah itu adalah berasal dari matahari yang tunggal.
Begitulah jiwatma-jiwatma dalam semua mahluk, diasingkan satu dengan yang
lainnya dengan badan yang berbeda-beda, dihidupkan pada dasarnya oleh Hyang
Widhi.
Jika tata susila mendasarkan ajarannya saja hanya kepada
keesaan Hyang Widhi Wasa saja yang menyadari dasar semua mahluk, maka berarti
tiap-tiap perbuatan yang baik dan yang tidak baik yang dilakukan oleh seseorang
pada tetangganya, berarti juga berbuat baik atau tidak baik kepada dirinya
sendiri; umpamanya melukai tangan, juga akan mempengaruhi bahagian badan
lainnya, meskipun tidak ada lukanya, karena dirasai sakit itu datangnya dari
bahagian badan. Jika kita merasakan ini, maka kita akan selalu berbuat baik,
untuk kebaikan semua mahluk (ingatlah akan pengertian Tat twam asi dan Aham
Brahma asmi). Tetapi oleh karena kita jarang menyadari hal kebenaran ini,
perlu ada aturan tata susila.
Tata Susila berarti peraturan tingkah laku yang baik dan
mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia. Tujuan tata susila ialah untuk
membina hubungan yang selaras atau perhubungan yang rukun antara seseorang (Jiwatma)
dengan mahluk yang hidup disekitarnya, perhubungan yang selaras antara keluarga
yang membentuk masyarakat dengan masyarakat itu sendiri, antara satu bangsa
dengan bangsa yang lain dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Telah
menjadi kenyataan bahwa perhubungan yang selaras atau rukun antara seseorang dengan
mahluk sesamanya, antara anggota-anggota sesuatu masyarakat, suatu bangsa,
manusia dan sebagainya, menyebabkan hidup yang aman dan sentosa. Suatu keluarga
masyarakat bangsa atau manusia, yang anggota-anggotanya hidup tidak rukun atau
tidak selaras pasti akan runtuh dan ambruk. Perhubungan yang rukun dan selaras
berarti kebahagiaan dan perhubungan yang kacau, atau tidak rukun berarti
malapetaka.
Tata Susila membina watak manusia untuk menjadi anggota
keluarga, anggota masyarakat yang baik, menjadi putra bangsa dan menjadi
masusia yang berpribadi mulia, serta membimbing mereka untuk mencapai pantai
bahagia. Selain dari pada itu, tata susila juga menuntun seseorang untuk
mempersatukan dirinya dengan mahluk sesamanya dan akhirnya menuntun mereka
untuk mencapai kesatuan Jiwatmanya (rohnya) dengan Paratmatma
(Hyang Widhi Wasa atau Brahman). Pelaksanaan tata susila akan membantu kita
untuk hidup dalam keselarasan dengan tetangga, kawan, anggota keluarga sendiri,
dan sesama manusia. Orang yang bermoral, yang secara ketat mengikuti
prinsip-prinsip tata susila tidak akan pernah menyimpang satu inci pun dari
jalan dharma atau kebajikan. Yudhistira telah mendapatkan reputasi yang
abadi karena pelaksanaan tata susilanya. Prilaku yang baik merupaan akar dari
kemakmuran material dan spiritual, karena ia meningkatkan kemasyuran.
Prilakulah yang memperpanjang kehidupan dan menghancurkan segala bencana dan
kejahatan serta memberikan kebahagiaan abadi.
Jika di Era Globalisasi ini Generasi Muda menyadari tata
susila itu maka akan terciptanya kedamaian, hubungan yang selaras dan
kebahagian hidup dan akhirat. Di jaman Era Globalisasi banyak kejadian-kejadian
yang terjadi akibat dari perbuatan yang melanggara dari ajaran tata susila.
Banyak generasi muda yang melanggar norma-norma sehingga bertindak di luar dari
ajaran agama. Misalnya saja genk motor yang ujung-ujungnya terjadi perkelahian.
Adanya tawuran antar pelajar, generasi muda yang memakai narkoba, memperkosaan,
membunuh dan yang sering terjadi adalah kasus pencurian dengan berbagai macam
alasan. Dari berbagai kejahatan tersebut, tentu dapat dipastikan salah satu
faktornya adalah semakin terdegradasinya moral serta etika di dalam diri para generasi
muda.
Disini sebaiknya para generasi muda itu mampu menyadari ajaran agama yang
didalamnya berisikan ajaran mengenai pesan moral, budi pekerti, tata susila itu
sendiri dan makna—makna ajaran agama hindu yang diharapkan mampu mendokrin
pikiran para siswa agar tidak melanggar dari apa yang diajarkan oleh ajaran
agama. Contohnya ajaran Tat Twam Asi, ahimsa yang mengajarkan para Generasi
Muda untuk memiliki sifat weles asih dan tidak menyakiti atau pun membunuh
makhluk lainnya. Diajarkan pula dalam
ajaran agama Hindu agar para generasi muda berbuat, berbicara, dan berfikir
yang baik yang disebut dengan Tri Kaya Parisudha. Banyak ajaran Agama Hindu
yang mampu mendoktrin pemikiran para generasi muda.
Bila sejak dini sudah diajarkan, pastinya ketika dewasa ,
akan muncul karakter yang baik. Kegiatan-kegiatan yang bersifat sosioreligius
harusnya mampu untuk membentuk kepribadian siswa agar menjadi lebih baik.
Contohnya seperti kegiatan ngayah di Pura. Disamping dapat bersosialisasi
dengan orang lain, dapat beradaptasi dengan keadaan dan lingkungan ketrampilan
dalam membuat sarana upakara seperti membuat penjor, tipat, membuat canang,
banten dan lain sebagainya. Dalam kegiatan-kegiatan positif ini, disamping
membentuk karakter yang baik, juga mampu untuk mengisi waktu luang para
generasi muda agar tidak terisi oleh kegiatan-kegiatan negatif.
III
PENUTUP
Dalam
ajaran agam hindu ada yang disebut dengan tata susila. Tata Susila berarti peraturan
tingkah laku yang baik dan mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia. Peranan
tata susila dalam era globalisasi sangat penting. Karena di era globalisasi ini
para generasi muda mudah terkena pengaruh yang berdampak negatif maupun
positif. Memberikan pemahaman tentang ajaran agama mengenai tata susila sangat
berguna untuk membina hubungan yang selaras atau perhubungan yang rukun antara
seseorang (Jiwatma) dengan mahluk yang hidup disekitarnya, perhubungan
yang selaras antara keluarga yang membentuk masyarakat dengan masyarakat itu
sendiri, antara satu bangsa dengan bangsa yang lain dan antara manusia dengan
alam sekitarnya. Tata Susila membina watak manusia untuk menjadi anggota
keluarga, anggota masyarakat yang baik, menjadi putra bangsa dan menjadi
masusia yang berpribadi mulia, serta membimbing mereka untuk mencapai pantai
bahagia.
DAFTAR PUSTAKA
Kusuma
Arya.2013.Makalah tentang Tata Susila.Tersedia pada http://blogspot.html.
Diakses pada 8 Juni 2014
Simanjuntak
Afriani.2011.Peran Guru, Orang Tua dan lingkungan masyarakat dalam membentuk
Kepribadian Anak di Era Globalisasi.Tersedia pada http://blogspot.com. Diakses
pada 8 Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar