Rabu, 01 Oktober 2014

TATA SUSILA


I PENDAHULUAN
Dalam proses globalisasi tidak terlepas dari suatu perubahan, yaitu perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Perkembangan zaman saat ini sangat mempengaruhi kehidupan si anak. Telah kita ketahui bersama bahwa globalisasi bisa berdampak positif dalam melakukan perubahan yang lebih baik, namun disisi lain mempunyai dampak negatif yang dapat menjadi boomerang bagi dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Hal itu semua akan tergantung bagaimana elemen-elemen yang sangat berpengaruh dalam pendidikan mampu bersikap responsive dalam menghadapi arus globalisasi yang tidak bisa kita hindari, artinya dalam menghadapi arus globalisasi ini kita tidak akan pernah menemukan suatu penyelesaian dengan cara menghindari dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.
Begitu banyak anak-anak zaman sekarang seperti yang kita lihat saat ini sudah sangat membuat kita resah dan khawatir. Apalagi dengan melihat perkembangan zaman yang semakin membuat anak-anak mulai usia 5 tahun hingga remaja (masa pubertas) sangat meresahkan masyarakat Layaknya seperti anak ayam yang baru dilepas dari kandangnya. Rasa ingin tahu yang besar membuat mereka ingin mencoba hal-hal baru hingga memudahkan hal-hal positif bahkan negative masuk dalam pikiran mereka. Bila tidak ada pengawasan atau bimbingan dari orang-orang terdekat, mungkin saja kehidupannya akan berdampak buruk di kemudian hari. Seperti yang di tulis dalam buku diktat mengenai Teori Tabularasa yang mengatakan bahwa jiwa manusia diumpamakan sebagai suatu kertas putih atau meja lilin yang masih bersih, belum ada tulisan apa-apa. Kertas putih atau meja lilin itu siap untuk ditulisi, apa tulisan yang ada di dalam akan ditentukan oleh siapa penulisnya. Manusia dapat dididik menjadi apa saja (kea rah yang baik ataupun yang buruk) itu tergantung dari lingkungan atau pendidiknya.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan potensi spritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Ajaran agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan tiga kerangka dasar, di mana bagian yang satu dengan lainnya saling mengisi, dan satu kesatuan yang bulat, sehingga dapat dihayati, dan diamalkan untuk mencapai tujuan yang disebut Moksa. Tiga kerangka dasarnya, yaitu: (1) tattwa, (2) susila, dan (3) upacara. Ketiganya secara sistematik merupakan satu kesatuan yang saling memberi fungsi atas sistem agama Hindu secara keseluruhan. Dalam paper ini akan menjelaskan tentang peranan tata susila dalam pembentukan karakter Generasi Muda di era Globalisasi.

II PEMBAHASAN
Agama adalah dasar tata susila yang kokoh dan kekal, ibarat landasan bangunan, dimana suatu bangunan harus didirikan. Jika landasan itu tidak kuat, maka mudah benar bangunannya roboh. Demikian juga halnya dengan tata susila; bila tidak dibangun atas dasar agama sebagai landasan yang kokoh dan kekal, maka tata susila itu tidak mendalam dan tidak meresap dalam diri pribadi manusia.
Tata susila yang berdasarkan ajaran-ajaran agama, atau yang berpedoman atas ajaran kerohanian sebagai yang terdapat di dalam kitab suci Upanisad (wedanta), Tattwa-tattwa (tutur-tutur), mulai dengan dalil atau axioma yang mengakui tunggalnya jiwatman (roh) semua mahluk dengan Brahman atau Paramatma, yang tutur di Bali sering menyebut dengan nama Parama Ciwa (Hyang Widhi Wasa).
Di dalam Upanisad terdapat suatu dalil yang berbunyi sebagai berikut: “Brahma atma aikyam, yang artinya Brahman dan atma (jiwatma) adalah tunggal.
Oleh karena jiwatma semua mahluk tunggal dengan Brahma, maka jiwatma suatu mahluk tunggal juga dengan semua jiwatma, dan jiwatma kitapun tunggal dan sama dengan jiwatma (roh) semua mahluk. Keinsyafan akan tunggalnya jiwatma (roh) kita, maka kita akan merasakan dengan renungan kebijaksanaan yang dalam, bahwa kita sebenarnya satu sama dengan mahluk yang lain.
Hyang Widhi Wasa berada dimana-mana dan tunggal. Menjadi dasar hidup segala ciptaannya yang berpisah-pisah. Sebagai matahari yang menyinari segala pelosok, meskipun ribuan rumah yang membatasi tembok-tembok yang tinggi, akan tetapi sinar matahari akan menyinari semuanya dan sinar serta panas pada tiap-tiap rumah itu adalah berasal dari matahari yang tunggal. Begitulah jiwatma-jiwatma dalam semua mahluk, diasingkan satu dengan yang lainnya dengan badan yang berbeda-beda, dihidupkan pada dasarnya oleh Hyang Widhi.
Jika tata susila mendasarkan ajarannya saja hanya kepada keesaan Hyang Widhi Wasa saja yang menyadari dasar semua mahluk, maka berarti tiap-tiap perbuatan yang baik dan yang tidak baik yang dilakukan oleh seseorang pada tetangganya, berarti juga berbuat baik atau tidak baik kepada dirinya sendiri; umpamanya melukai tangan, juga akan mempengaruhi bahagian badan lainnya, meskipun tidak ada lukanya, karena dirasai sakit itu datangnya dari bahagian badan. Jika kita merasakan ini, maka kita akan selalu berbuat baik, untuk kebaikan semua mahluk (ingatlah akan pengertian Tat twam asi dan Aham Brahma asmi). Tetapi oleh karena kita jarang menyadari hal kebenaran ini, perlu ada aturan tata susila.
Tata Susila berarti peraturan tingkah laku yang baik dan mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia. Tujuan tata susila ialah untuk membina hubungan yang selaras atau perhubungan yang rukun antara seseorang (Jiwatma) dengan mahluk yang hidup disekitarnya, perhubungan yang selaras antara keluarga yang membentuk masyarakat dengan masyarakat itu sendiri, antara satu bangsa dengan bangsa yang lain dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Telah menjadi kenyataan bahwa perhubungan yang selaras atau rukun antara seseorang dengan mahluk sesamanya, antara anggota-anggota sesuatu masyarakat, suatu bangsa, manusia dan sebagainya, menyebabkan hidup yang aman dan sentosa. Suatu keluarga masyarakat bangsa atau manusia, yang anggota-anggotanya hidup tidak rukun atau tidak selaras pasti akan runtuh dan ambruk. Perhubungan yang rukun dan selaras berarti kebahagiaan dan perhubungan yang kacau, atau tidak rukun berarti malapetaka.
Tata Susila membina watak manusia untuk menjadi anggota keluarga, anggota masyarakat yang baik, menjadi putra bangsa dan menjadi masusia yang berpribadi mulia, serta membimbing mereka untuk mencapai pantai bahagia. Selain dari pada itu, tata susila juga menuntun seseorang untuk mempersatukan dirinya dengan mahluk sesamanya dan akhirnya menuntun mereka untuk mencapai kesatuan Jiwatmanya (rohnya) dengan Paratmatma (Hyang Widhi Wasa atau Brahman). Pelaksanaan tata susila akan membantu kita untuk hidup dalam keselarasan dengan tetangga, kawan, anggota keluarga sendiri, dan sesama manusia. Orang yang bermoral, yang secara ketat mengikuti prinsip-prinsip tata susila tidak akan pernah menyimpang satu inci pun dari jalan dharma atau kebajikan. Yudhistira telah mendapatkan reputasi yang  abadi karena pelaksanaan tata susilanya. Prilaku yang baik merupaan akar dari kemakmuran material dan spiritual, karena ia meningkatkan kemasyuran. Prilakulah yang memperpanjang kehidupan dan menghancurkan segala bencana dan kejahatan serta memberikan kebahagiaan abadi.
Jika di Era Globalisasi ini Generasi Muda menyadari tata susila itu maka akan terciptanya kedamaian, hubungan yang selaras dan kebahagian hidup dan akhirat. Di jaman Era Globalisasi banyak kejadian-kejadian yang terjadi akibat dari perbuatan yang melanggara dari ajaran tata susila. Banyak generasi muda yang melanggar norma-norma sehingga bertindak di luar dari ajaran agama. Misalnya saja genk motor yang ujung-ujungnya terjadi perkelahian. Adanya tawuran antar pelajar, generasi muda yang memakai narkoba, memperkosaan, membunuh dan yang sering terjadi adalah kasus pencurian dengan berbagai macam alasan. Dari berbagai kejahatan tersebut, tentu dapat dipastikan salah satu faktornya adalah semakin terdegradasinya moral serta etika di dalam diri para generasi muda.
Disini sebaiknya para generasi muda  itu mampu menyadari ajaran agama yang didalamnya berisikan ajaran mengenai pesan moral, budi pekerti, tata susila itu sendiri dan makna—makna ajaran agama hindu yang diharapkan mampu mendokrin pikiran para siswa agar tidak melanggar dari apa yang diajarkan oleh ajaran agama. Contohnya ajaran Tat Twam Asi, ahimsa yang mengajarkan para Generasi Muda untuk memiliki sifat weles asih dan tidak menyakiti atau pun membunuh makhluk lainnya.  Diajarkan pula dalam ajaran agama Hindu agar para generasi muda berbuat, berbicara, dan berfikir yang baik yang disebut dengan Tri Kaya Parisudha. Banyak ajaran Agama Hindu yang mampu mendoktrin pemikiran para generasi muda.
Bila sejak dini sudah diajarkan, pastinya ketika dewasa , akan muncul karakter yang baik. Kegiatan-kegiatan yang bersifat sosioreligius harusnya mampu untuk membentuk kepribadian siswa agar menjadi lebih baik. Contohnya seperti kegiatan ngayah di Pura. Disamping dapat bersosialisasi dengan orang lain, dapat beradaptasi dengan keadaan dan lingkungan ketrampilan dalam membuat sarana upakara seperti membuat penjor, tipat, membuat canang, banten dan lain sebagainya. Dalam kegiatan-kegiatan positif ini, disamping membentuk karakter yang baik, juga mampu untuk mengisi waktu luang para generasi muda agar tidak terisi oleh kegiatan-kegiatan negatif.

III PENUTUP
Dalam ajaran agam hindu ada yang disebut dengan tata susila. Tata Susila berarti peraturan tingkah laku yang baik dan mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia. Peranan tata susila dalam era globalisasi sangat penting. Karena di era globalisasi ini para generasi muda mudah terkena pengaruh yang berdampak negatif maupun positif. Memberikan pemahaman tentang ajaran agama mengenai tata susila sangat berguna untuk membina hubungan yang selaras atau perhubungan yang rukun antara seseorang (Jiwatma) dengan mahluk yang hidup disekitarnya, perhubungan yang selaras antara keluarga yang membentuk masyarakat dengan masyarakat itu sendiri, antara satu bangsa dengan bangsa yang lain dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Tata Susila membina watak manusia untuk menjadi anggota keluarga, anggota masyarakat yang baik, menjadi putra bangsa dan menjadi masusia yang berpribadi mulia, serta membimbing mereka untuk mencapai pantai bahagia.


 
DAFTAR PUSTAKA
Kusuma Arya.2013.Makalah tentang Tata Susila.Tersedia pada http://blogspot.html. Diakses pada 8 Juni 2014
Kmgdelonge’s.2009.Tata Susila.Tersedia pada http://wordpress.com. Diakses pada 8 Juni 2014
Simanjuntak Afriani.2011.Peran Guru, Orang Tua dan lingkungan masyarakat dalam membentuk Kepribadian Anak di Era Globalisasi.Tersedia pada http://blogspot.com. Diakses pada 8 Juni 2014





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar