KARMA PHALA
TATWA
(Oleh: Ketut Eny Yunita)
I.
Pendahuluan
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada
duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan
bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam
beragam bentuk.
Dalam Agama
Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu.
Kelima keyakinan tersebut, yakni:
- Widhi Tattwa adalah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
- Atma Tattwa adalah percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
- Karmaphala Tattwa adalah percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan
- Punarbhava Tattwa adalah percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
- Moksa Tattwa adalah percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia
Salah
satu masalah yang selalu dipikirkan manusia sejak zaman dahulu sampai sekarang
adalah masalah tentang keadaan sesudah kematian. Apakah yang akan terjadi
sesudah kehidupan ini? Apakah seseorang lenyap setelah meninggal dunia atau
apakah ia tetap hidup sesudah kematian? Jika ia tetap hidup sesudah kematian,
bagaimana keadaanya dalam kehidupan yang baru itu? Semua pertanyaan yang
membingungkan ini telah berkali-kali dicoba untuk dijawab sejak masa yang
lampau. Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan teka-teki klasik yang sering muncul
dalam pikiran manusia.
II. Pembahasan
Kata Karma Phala
terdiri atas kata Karma dan Phala. Kedua kata itu berasal dari bahasa
Sansekerta. Kata Karma berasal dari akar kata “KK” mempunyai arti membuat,
bekerja, menciptakan, membangun, melakukan perbuatan. Sedangkan kata Phala
berasti hasil. Jadi, dapat dikatakan bahwa kata Karma Phala itu berarti “hasil
perbuatan”.
Menurut hukum
perbuatan, maka Karma Phala itu sejalan dengan hukum “sebab akibat” yakni
segala sebab mempunyai akibat. Demikian juga halnya dengan karma, setiap karma
mempunyai phala sehingga sering disebut hukum Karma Phala.
Bila kita memiliki
tentang keyakinan hukum Karma Phala itu, maka sangat bermanfaat bagi kehidupan
umat manusia, sebab di dalamnya terdapat aksioma, yaitu hukum yang tidak
terbatalkan. Karma harus berlaku dan berlaku adil. Kemudian sebelum Phala itu
kembali pada sumber Karma maka selama itu Phala tetap berproses menunggu waktu
yang akan kembalinya menuju sumber Karma. Hal ini tidak ubahnya seperti
gelombang yang ditimbulkan oleh lemparan batu ke dalam telaga. Sebelum
gelombang itu balik ke pusat lemparan batu maka selama itu gelombang bergetar
walaupun berakhir dengan getaran yang sangat halus. Demikianlah adanya
gelombang itu berhenti bergetar setelah menuju dan berada pada pusat lemparan
batu tadi. Dalam lukisan ini tampak akan kepastian hukum karma itu, phalanya
kembali kepada si pembuat karma.
Dalam contoh lain, kita
lihat bahwa phala selalu mengejar si pembuat karma, karena phala itu tidak bisa
dipisahkan dengan karma. Tak ubahnya seperti badan dengan bayang-bayang. Kemana
badan lari, ke situ juga bayang-bayang mengejarnya. Demikian juga halnya dengan
orang berkarma buruk, mereka itu selalu dikejar oleh bayangan buruk, mungkinkah
dosa ataukah yang lain? Demikian sebaliknya orang berkarma baik akan dikejar
oleh bayangan baik.
Jadi, dapat ditegaskan
kembali bahwa sangat beruntung adalah orang yang memiliki keyakinan, adanya
kebenaran berlakunya hukum Karma Phala di dunia ini, sebab dengan memiliki
keyakinan itu orang menjadi terkendali berkarma dan selalu mengarahkan hidupnya
pada perbuatan yang baik. Perbuatan yang
baik yakni perbuatan yang mengutamakan kepentingan, keselamatan dan kebahagian
bersama. Selain itu mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai agama,
beramal dan bertanggung jawab.
Sangatlah mustahil
orang yang menanam padi akan menghasilkan jagung, atau orang yang menanam ubi
akan menghasilkan gandum. Sudah pasti menanam padi, padilah hasilnya, dan yang
menanam ubi, ubilah hasilnya. Jadi berkarma baik, baik juga phalanya dan
berkarma buruk, buruk juga phalanya.
2.1 Pembagian Karma Phala
Banyak orang keliru
menanggapi jalan hidup mereka. Ada orang yang beranggapan kita hidup sekali,
lebih baik berbuat apa saja yang dapat mengenakkan diri. Termasuk dalam
pengertian ini berbuat enak untuk diri sendiri dan tidak menghiraukan
kemeralatan orang lain. Hal ini jelas menyimpang menurut ajaran agama.
Di pihak lain ada yang
selalu menyesali jalan hidup mereka. Kenapa dengan telah berbuat baik, namun di
hari-hari ini selalu dirundung malang sehingga menyebabkan bosan untuk berbuat
baik. Jadilah orang itu berhenti melakukan sebagian perbuatan yang baik. Bila
rahasia karma itu tidak dipahami memang orang akan bisa lepas dari kendali
hidup.
Bukankah hidup itu
adalah kerja? Kerja adalah karma serta karma itu mempunyai hukum yakni setiap
karma ada phalanya. Untuk menanggulangi karagu-raguan seperti di atas baiklah
dipahami tentang pembagian Karma Phala itu yang merupakan suatu rumus hukum
yang tidak usah diragukan lagi kebenarannya yaitu Sancita Karma Phala,
Prarabdha Karma Phala, dan Kryamana Karma Phala secara satu persatu dapat
diuraikan seperti di bawah ini.
a. Sancita Karma Phala
Butir ini menegaskan bahwa suatu
perbuatan pada kehidupan masa lampau, hasil belum sepenuhnya dapat dinikmati
dalam kehidupan dan sebagian lagi hasil itu dapat dinikmati dalam kehidupan
ini.
Demikianlah halnya Si Sancurana seorang
maling, bromocorah perbuatannya selalu mengganggu ketenteraman orang lain maka
ia dapat enak sendiri karena berhasil berbuat corah. Namun di balik itu orang
lain tertindih susah akibat perbuatan Si
Sancurana itu. Pada suatu ketika matilah ia akibat merampok pada suatu tempat.
Jadi, phala dari perbuatannya itu belum sepenuhnya diterima.
Sesuai dengan kepercayaaan Hindu dalam
butir Punarbhawa, maka Si Sancurana menjelma kembali. Saat penjelmaan sekarang
inilah segala macam hasil perbuatannya dalam hidup yang dahulu sempat
dinikmatinya kemudian ia menikmati sekarang. Walaupun dalam penjelmaannya
sekarang ini selalu berbuat baik, karena perbuatanya terdahalu rusak dan
hasilnya harus dinikmati sekarang. Dalam hal ini nampak sekilas janggal, dengan
selalu berbuat baik dalam hidup namun selalu dirundung sedih. Tetapi kalau
diresapi bunyi butiran ajaran Sancita Karma Phala ini kita harus menyadari
dengan lahir kembali kita harus mensyukuri apa yang kita peroleh dalam hidup
ini. Itu tiada lain adalah buah karma kita. Karma terdahulu ataukah karma
sekarang. Karma semacam itu sering disebut dengan istilah sekarang. Karma
semacam itu sering disebut dengan dengan istilah Karma Wasana yakni bekas-bekas
karma. Dengan menyadari hal di atas kita tidak usah ragu berbuat baik dalam
setiap saat walaupun sedikit, tetapi dalam kenyataannya akan menjadi lebih
utama dibandingkan sama sekali tidak berbuat apa-apa. Dengan menabung kebaikan
kita punya modal perbaikan hidup. Kita akan terangkat lebih tinggi dalam taraf
hidup yang mulia.
b.
Prarabdha
Karma Phala
Butir ini menegaskan perbuatan dalam
hidup ini, phalanya dinikmati dalam hidup ini pula. Misalnya, Si Joarsa adalah
seseorang karyawan perusahaan. Ia tahu rahasia kerja dan yakni terhadap hukum Karma Phala. Oleh
karena itu, pribadinya dibentuk oleh hukum kerja sendiri. Dengan demikian
berpijak dari statusnya seorang karyawan, ia sangat loyal pada atasan dengan
menunjukkan prestasi kerja. Ia senantiasa berkreatifitas dan menjadikan kerja
itu suatu ibadah. Dengan tidak ada rasa menunggu hasil, maka karma seperti di
atas dalam suatu saat menjadi masak. Dengan masaknya dedikasi kerja seperti di
atas tanpa diduga-duga Si Joarsa ditunjuk untuk memimpi suatu perusahaan baru,
yang sungguh dapat mengangkat prestasi dalam nilai kerja. Demikianlah perbuatan
baik Si Joarsa dalam hidup ini juga menikmati phala baik dengan segera dan
tidak menunggu kehidupan yang akan datang lagi.
Akan menjadi lain halnya dengan Si
Corakodong. Ia seorang pembantah, tidak suka bekerja tetapi hanya ingin
berfoya-foya. Pada suatu ketika ia mencuri, tetapi tidak ada yang tahu saat
itu. Si Corakodong dengan lahapnya menikmati hasil curiannya itu. Dengan
demikian ia nampaknya menjadi bahagia. Kebahagiaan seorang penjahat menerima
hasil kejahatannya dalam tempo yang sementara memang dapat mempengaruhi pikiran
orang yang tidak beriman. Orang tersebut menilainya, sangat bahagia menjadi
pencuri. Bekerja tidak payah menikmati hasil berlimpah ruah, luar biasa
enaknya. Demikian pikir orang yang tidak beriman. Tetapi ia lupa atau sama
sekali tidak tahu bahwa mencuri atau kejahatan lainnya adalah penyakit negara.
Karena merupakan penyakit negara, maka negara yakni pemerintahan dengan selalu
memberantas segala macam penyakit negara itu. Mungkin hanya menunggu proses
saja atau kemasakan waktu dari karma itu maka pada saat Si Corakodong
tertangkap berbuat jahat, ia akan segera meringkuk di rumah gratis yang lebih
dikenal dengan nama Lembaga Pemasyarakatan. Disanalah ia beristirahat sambil
menerima buah karma buruknya. Demikianlah Prarabdha Karma Phala itu hasil
perbuatan diterima semasih hidup, tidak lagi menunggu kehidupan di kemudian
hari.
c.
Kryamana
Karma Phala
Kryamana Karma Phala menegaskan bahwa
perbuatan dalam kehidupan sekarang, hasilnya belum sempat dinikmati dalam hidup
ini, maka hasil itu dapat dinikmati dalam kehidupan yang akan sekarang.
Sungguh menjadikan umat optimis dalam
menjalankan hidup ini. Bagi orang yang telah mengetahui rahasia kerja dan
rahasia hidup, mereka itu tidak akan berhenti bekerja walaupun umurnya telah
tua. Mereka berpegang pada terus bekerja untuk menunjukkan kehidupan. Bekerja
dengan tidak usah terikat pada hasil, sebab hasil sudah ada dalam kerja. Beliau menjumpai kebahagian dalam kerja
karena ia mencintai kerja itu. Sungguh kerja itu sebuah ibadah untuk mencapai
kebahagian. Dengan bekerja sekarang walaupun umur telah lanjut dan kiranya
sebentar lagi dipanggil oleh Tuhan. Dengan hasil akan tidak dapat dinikmati
sekarang, itu bukan merupakan penghalang untuk bekerja. Namun ia bekerja terus
dengan keyakinan phalanya nanti pasti diterima saat kehidupan yang akan datang.
Walaupun belum sempat menjelma untuk
menikmati buah karma namun perbuatan baik itu tetap menguntungkan bagi kita
maupun bagi keturunan kita. Tak ubahnya seperti harimau mati meninggalkan
belangnya dan gajah mati meninggalkan gadingnya. Demikianlah yang berkarma baik
tetap meninggalkan nama baik di keluarga atau masyarakat bahkan dapat
mengangkat nama bangsa ataupun negara di dunia. (Sudirga,2002:79)
Setiap
perbuatan akan meninggalkan bekas. Ada bekas yang nyata, ada bekas dalam angan
dan ada yang abstrak. Bekas-bekas ini disebut Karmavasana.
Kitab Vrhaspati Tattva menerangkan hal ini sebagai
berikut:
Wāsanā naranya ikan karma ginawe nin janma ihatra,
ya ta bhinukti rin paratra ri janmanya muwah, yan ahala, yan ahayu, asin
phalanya, kadi anganin dyun wawadah in hingu, huwus hilan hingunya, ikan dyun
inasahan pinahalila, kawkas, taya ambonya, gandhanya rumaket irikan dyun, ndan
yakita wāsanā naranya, samankana tekan karma wāsanā naranya, yatika umuparenga
irikan ātma ya ta raga naranya, ikang wāsanā pwa dumadyaken ikan raga, wa ta
matanyan mahyun rin karma, harsa salwirikan karma wāsanā, ikan wāsanā pwa ya duweg uparenga irikan ātma.
(Wrhaspati
Tattwa,3)
Terjemahan :
Vāsanā artinya
semua perbuatan yang telah dilaku-kannya di dunia ini. Orang akan mengecap
akibat perbuatannya di alam lain, pada kelahiran nanti, apakah akibat itu
akibat yang baik atau buruk. Apa saja perbuatan yang dilakukan –nya, pada
akhirnya semua itu akan menghasilkan buah. Hal ini adalah seperti periuk yang
diisikan kemenyan walaupun kemenyannya sudah habis dan periuknya dicuci
bersih-bersih namun tetap saja masih ada bau, bau kemenyan yang melekat pada
periuk itu. Inilah yang disebut vāsanā.
Seperti itu juga halnya dengan Karma Vāsanā. Ia ada pada atma. Ia melekat
padanya. Ia mewarnai atman. (Ngurah,2006:60)
Purva karmanu rodhena karomi ghatanam
aham,
Ajadah sarva bhutastha jadasvistha
ghunakti tan.
Sesuai dengan akibat karma masa lalu
dari jiva aku mengatur segala nasibnya. Jiva bukanlah benda materi dan ada
diseluruh benda-benda; tetapi ia memasuki badan material untuk menikmati
buah-buah karma. (Bahadur.2000:25)
2.2 Dua
Aspek Hukum Karma
Hukum karma yang
menjadi pokok pembahasan merupakan bagian dari hukum sebab akibat ini.
Selanjutnya kita teruskan pembicaraan tentang dua aspek hukum karma yaitu aspek
kosmis dan aspek moral. Hukum karma dalam aspek kosmis meliputi alam pisik dan
psyhis. Dipandang dari sisi kosmis, mahluk-mahluk hidup seperti manusia dan
binatang adalah phenomena materi. Keberadaan manusia dan binatang adalah
phenomena relatif karena mereka ada, dibentuk dan disebabkan oleh adanya faktor-faktor penunjang, seperti
adanya makanan, minuman, matahari, cuaca, suhu, dunia dan sebagainya. Mereka mengalami perubahan muncul dan lenyap,
seperti hal di dunia. Dunia pun akan mengalami proses perubahan, muncul dan
lenyap. Demikian pula dengan alam semesta yang berisi banyak galaksi serta
tata-tata suryanya yang tidak terhitung banyaknya selalu berproses muncul dan
lenyap.
Dalam hal ini, perlu
diperhatikan bahwa walaupun aspek kosmis dari hukum karma Budhis berlangsung
demikian , tetapi hanya merupakan implikasi dari konsepnya sebagai hukum sebab
dan akibat. Yang sangat penting dari hukum ini adalah aspek kedua yang
merupakan hukum moral. Dalam aspek ini hukum karma memegang peranan yang
penting dalam ajaran etika Buddhis. Ajaran etika Buddhis, tercermin dengan
jelas dalam semua ajaran yang disampaikan oleh Sang Buddha selama hidup Beliau.
Ajaran Karma Buddhis
sebagai hukum moral menitikberatkan pada perbuatan-perbuatan manusia yang
dilakukan melalui perbuatan jasmani, ucapan dan pikiran. Perbuatan-pebuatan itu
diklasifikasikan sebagai karma bila suatu perbuatan dilakukan karena adanya
niat atau kehendak (cetana). Suatu perbuatan tanpa niat atau kehendak tidak
dapat disebut karma karena perbuatan itu tidak akan menghasilkan akibat moral
bagi pembuatnya. Niat atau kehendak yang dimaksudkan dengan karma, seperti yang
dikatakan Sang Buddha dalam Anguttara Nikaya III:
“O
para bhikku, kehendak yang saya maksudkan dengan karma. Seseorang karena
memiliki kehendak dalam pikirannya maka ia melakukan perbuatan dengan jasmani,
ucapan dan pikiran.
Karma atau perbuatan dalam aspek
moral mencakup nilai-nilai etika tentang baik dan buruk. Hal ini merupakan
konsep yang lebih luas daripada persoalan tentang benar dan salah bila dilihat
dari sisi pandang sehari-hari tentang makna dari kata itu. (Wardhana.2007:1)
2.3 Sifat Hukum Karma
1. Hukum Karma bersifat abadi.
Hukum ini dimulai pada saat semesta ini berfungsi, dan akan berakhir pada saat
semesta ini musnah (pralaya). Namun tidak seorang pun tahu dan paham kapan
semesta ini dimulai dan kapan berakhir.
2. Hukum karma mengikat secara
universal. Hukum ini berlaku bagi setiap ciptaan baik kecil
maupun besar, yang kasatmata maupun tidak kasatmata. Semua makhluk terikat oleh
hukum ini, termasuk dewa maupun awatar.
3. Hukum karma berlaku sepanjang jaman.
Hukum ini berlaku sepanjang jaman, Sathya Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga maupun
Kali Yuga.
4. Hukum Karma bersifat sempurna.
Hukum ini tidak dapat diganggu gugat,diubah,dipaksa berubah atau berubah
sendiri, karena bersifat konstan dari jaman ke jaman. Hukum ini hanya dapat
ditaklukan dengan mengikuti hukumnya.
5. Tidak ada pengecualian dalam
pelaksanaan hukum ini. Tiada seorang pun yang lolos dari
hukum ini, termasuk para Awatara yang agung, seperti Sri Rama,Khrisna,Budha Gautama,
dan lain-lainnya.
Terbentuknya
Karma
Dalam ajaran Hindu
disebutkan bahwa manusia memiliki 3 sifat dalam dirinya, yaitu iccha (keinginan
atau perasaan), jnana (Tahu), dan Kriya (kehendak) yang ketiganya ini membentuk
karmanya.
Ia mengetahui benda-benda seperti pohon,
rumah, meja,kursi,kendaraan dan sebagainya. Ia merasakan kebahagiaan dan
kesedihan. Ia berkehendak untuk melakukan sesuatu atau dia tidak ingin
melakukan sesuatu. Dibalik kegiatan terdapat keingin dan pikiran. Keinginan
akan suatu benda muncul dalam pikiran. Lalu ia berfikir untuk mendapatkannya
dan berusaha untuk memilikinya. Keinginan, pikiran dan perbuatan selalu
berjalan bersama-sama, yang merupakan 3 utas benang yang dipintal menjadi tali
karma.
Keinginan menghasilkan
karma. Orang bekerja dan berusaha untuk mendapatkan benda-benda yang menjadi
keiinginannya. Karma menghasilkan buah berupa penderitaan dan kesenangan.
Manusia harus lahir berulang kali untuk memetik dan membayar buah karmanya.
Inilah hukum karma.
2.4 Hukum
karma dengan unsur tri guna
Karma
dipengaruhi oleh unsur tri guna
1. Wikarma
adalah karma yang mengandung sifat satwik. Kegiatan-kegiatan yang termasuk
wikarma adalah: berkata yang benar dan lemah lembut, bekerja dengan tenang dan
penuh perhatian, berfikir yang benar dan jernih, suka menolog orang lain,
melakukan sedana (disiplin spiritual).
2. Sahaja Karma
adalah karma yang mengandung sifat Rajasik. Kegiatan yang termasuk Saharja
Karma adalah: berkata, bekerja dan berfikir terburu-buru, kurang teliti, emosional,
tidak tenang.
3. Akarma Karma
adalah hukum karma yang mengandung sifat tamasik. Kegiatan – kegiatan yang
termasuk di dalamnya adalah berbicara, berbuat dan berfikir lambat malas.
2.5 Hukum Karma berdasarkan kesuciannya
Di
bali dikatakan bahwa ketika kematian menjemput, ia hanya diantar oleh asu. Yang
dimaksud asu adalah asubha karma. Umumnya yang disebut karma adalah hanya karma
yang buruk. Karma yang baik sering tidak dibicarakan.
1. Subha Karma
adalah karma seseorang yang suci, benar, damai, penuh kasih sayang, bajik dan
tanpa kekerasan. Kegiatan-kegiatan yang termasuk di dalamnya adalah: berkata,
berbuat, dan berfikir yang benar dan suci.
2. Asubha Karma
adalah karma seseorang yang tidak benar, gelisah, penuh kebencian, tidak
memiliki kasih sayang, penuh kekerasan.
2.6 Hukum Karma sesuai dengan Tri Sarira
Menurut
Theosofi badan-badan manusia terdiri atas badan fisik, etherik, astral maupun
mental. Atau badan kasar (linga sarira), badan mental (suksma sarira), dan
badan penyebab (karana sarira). Masing-masing menjadi penyebab dan menerima
akibat sendiri.
1. Karma Fisik (linga Sarira). Karma yang disebabkan dan
berakibat pada badan fisik. Demikian juga badan etherik yang merupakan bagian
dari badan fisik akan berakibat pada badan etheriknya pula terutama dalam
masalah kesehatan.
2. Karma Astral
adalah karma yang terjadi disebabkan dan berakibat dari perasaan atau
keinginan.
3. Karma Mental
(suksma Sarira) adalah karma yang
disebabkan dan memiliki akibat pada badan mental. Pikiran yang baik akan
mendapat hasil pikiran yang baik pula.
2.7 Dua
Macam Karma Menurut Hasilnya
Manusia
harus melaksanakan suatu karma sejak saat
terbangun hingga saat tidur dari lahir hingga mati. Mereka tidak dapat duduk
diam tanpa melakukan karma. Tak seorang pun dapat menghindari keadaan yang
sulit ini. Tetapi setiap orang harus memahami sejelas-jelasnya jenis karma apa
yang harus dilakukannya. Hanya ada dua jenis karma:
1.
Karma
yang mengikat (vishaya karma)
Adanya
keinginan untuk memperoleh hasilnya. Berhubungan dengan obyek- obyek lahiriah.
2.
Karma
yang membebaskan (sreyo karma).
Tidak
ada keinginan pada hasilnya. Setiap kegiatan dalam karma yang membebaskan
menghasilkan sukacita dan keberuntungan yang makin lama makin bertambah. Karma
yang membebaskan ini memberi kebahagian, Atmananda, tujuannya adalah batiniah
semata-mata. Sangatlah murni, tidak tercela, tidak mementingkan diri sendiri.
Nishkama karma, kegiatan yang dilakukan tanpa mengharapkan hasilnya. (Anadas,2007:49)
III. Penutup
Karma
Phala adalah hasil perbuatan. Menurut hukum perbuatan, karma phala itu sejalan
dengan hukum sebab akibat, yakni segala sebab menyebabkan akibat. Dalam
kehidupan ini, banyak orang keliru menanggapi jalan hidup mereka yang selalu
menyesal dan merasa sengsara dalam menjalani hidup sehari-hari. Untuk
menanggulangi tanggapan tersebut setiap orang hendaknya mempelajari hukum karma
itu dan memahami pembagian-pembagian dari hukum karma itu sendiri, yang terdiri
dari Sancita Karma Phala, Prarabdha Karma Phala dan yang terakhir Kryamana
Karma Phala. Terbentuknya Karma karena adanya sifat-sifat Iccha (keinginan atau
perasaan), jnana (keingintahuan ) dan Kriya (kehendak) dalam diri manusia .
Karma yang selalu setia mengiringi perjalannan hidup manusia, karena karma itu bersifat abadi,
mengikat secara universal, berlaku sepanjang jaman, tidak memandang siapa dan
hukum karma itu sangat sempurna.
Daftar
Pustaka
Maswinara Wayan.1996.Panca Sraddha.Surabaya:Paramita
Ngurah I
Gusti.2006.Agama Hindu.Surabaya:Paramita.
Ra Anadas.2007.Hukum Karma dan cara menghadapinya.Surabaya:Paramita.
Sudirga Ida
Bagus.2002.Agama Hindu.Jakarta:Ganeca
Exact.
Vasu Rai
Bahadur Srisa Candra.2000.Siva Samhita.Surabaya:Paramita.
Wardhana Made.2007.Karma dan Reikarnasi.Jakarta:Yayasan
Bhaktivedanta
http://www.stitidharma.org./2013/22/satyam-siwam-sundaram-untuk-menuju-moksartham-jagadhita-the-points.html
http://delti.wordpress.com/2009/06/05/agama-tatwasusilaupacara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar